Tuesday, March 01, 2005

INDONESIA NEGARA MAJU?

Ya. Indonesia sudah merdeka sejak tahun 1945. Pahit getir kehidupan bernegara berjalan dengan indah dan manis. Kalau pun pernah terjadi peristiwa-peristiwa tragis seperti Pemberontakan PKI 1948, DI/TII, dan lagi-lagi si "Palu Arit" bikin ulah di tahun 1965, itu hanyalah riak-riak kecil yang tidak berarti. Jika kemudian Soekarno terjungkal, Soeharto terkapar, dan orde reformasi bergulir hingga politik menjadi ajang bisnis, hanyalah permainan puzle yang belum usai untuk mencari format yang pas menjadi negara maju yang "berbeda" dengan negara maju lainnya di dunia.

Selama ini yang menjadi contoh negara maju adalah Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan negara-negara Eropa lainnya, tak ketinggalan Jepang. Menurut teori, salah satu indikator yang dijadikan ukuran kemajuan suatu negara adalah kemampuan mencetak tenaga ahli kemudian mengeskpor tenaga ahli mereka itu ke negara-negara yang membutuhkan. Cobalah longok perusahaan-perusahaan di Indonesia. Konsultan mereka dapat dipastikan si mata biru atau si mata sipit dari negeri matahari terbit. Lalu, apakah Indonesia dapat disejajarkan dengan negara-negara maju itu?

Tidak! Indonesia tidak dapat disejajarkan dengan mereka. Indonesia lebih hebat dibandingkan mereka. Kalau tidak percaya, simaklah berita-berita pada puluhan tahun terakhir ini. Ribuan, bahkan puluhan ribu "tenaga ahli" dari Indonesia diekspor ke berbagai negara yang membutuhkannya. Berapa banyak tenaga ahli yang bekerja di luar negeri memang sangat sulit didata sehingga tidak tahu persis jumlahnya. Sebab, mereka hengkang ke luar negeri dengan cara yang legal maupun ilegal. Itulah jawaban bahwa Indonesia lebih hebat dibandingkan negara maju lainnya. Jika tenaga ahli dari luar negeri bekerja di perusahaan-perusahaan yang tentu saja tidak terlalu banyak di Indonesia, tenaga ahli dari Indonesia bekerja di perorangan atau rumah tangga penduduk luar negeri.

Ya, tenaga ahli dari Indonesia adalah para TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah tangga. Benar. Profesi sebagai pembantu rumah tangga adalah seorang tenaga ahli. Coba bayangkan. Mencuci piring, mencuci pakaian, menyeterika, mengepel lantai, memasak, mengasuh anak, memotong rumput, dan berbagai pekerjaan rumah tangga lainnya dapat dilakukan seorang diri. Berbeda dengan tenaga ahli dari luar negeri, yang hanya mampu melakukan satu atau dua bidang saja, misal ahli komputer, ahli mesin, dan ahli listrik.

Pekerjaan pembantu rumah tangga itu sangat berat. Ia dapat dengan tenang melakukan pekerjaan rumah tangga setiap hari, selalu diam jika dibentak-bentak majikan, tidak melawan majikan jika dipukuli, bahkan pasrah saja digauli majikan. Itu semua tentu saja merupakan salah satu keberhasilan pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) yang pernah menjadi idola beberapa waktu lalu. Jelas saja bahwa pada pelajaran PPKn tersebut, secara berulang-ulang, mengajarkan tentang tenggang rasa, empati, rendah hati, dan masih banyak materi lain yang secara garis besar mendidik manusia Indonesia menjadi babu yang pasrah nasib. Tenaga ahli dari luar negeri manakah yang mampu menyamai kemampuan pembantu rumah tangga dari Indonesia seperti itu?

Eh, jangan salah loh, ya. Mereka itu, sedikit banyak, merupakan salah satu komponen pemasok devisa negara. Tidak salah, khan, kalau mereka dapat pula disebur sebagai pahlawan? Pahlawan ekonomi, tentunya. Nah, jika sudah begitu, kenapa di Indonesia tidak ada SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) jurusan Perbabuan? Bagi para pemodal yang kebingungan investasi, peluang ini sangat menarik. Jika SMK Perbabuan ini sudah mendapat sertifikat internasional, lulusan universitas terkenal macam ITB, UI, dan UGM tampaknya tidak selaris alumnus SMK Perbabuan untuk bekerja di luar negeri.

No comments: